PATTALLASSANG, Diskusi ke tujuh Tadarrus Islam Pimpinan Cabang Pemuda Muslimin
Indonesia Kabupaten Takalar kembali dihelat dengan membincang tema Sistem
Sosial Islam. Peserta yang diikuti oleh kader dan simpatisan Pemuda Muslim Takalar
berlangsung dalam suasana yang hangat dan penuh semangat menuntut ilmu.
Di awal diskusi, peserta mencoba menyorot realitas masyarakat
kontemporer lalu mencoba menukik masuk dan membongkar bangunan sistem sosial
yang menjadi latar teoritiknya. Sorotan keras atas bangunan masyarakat yang
kapitalistik mendapatkan porsi yang cukup besar dari para peserta.
Pembahasan kemudian merambah sampai pada model sosial dari
Sosialisme sebagai antitesis terhadap bangunan masyarakat kapitalis. Pada titik
ini, peserta berkelana dari model Sosialisme Utopis sampai pada Sosialisme
Ilmiah Marx. Tak lupa, peserta mendedahkan artikulasi sosialisme di Eropa
Timur, China, sampai Amerika Selatan.
Diskusi juga membahas tentang konsep welfare state ala Eropa Barat
dan Amerika Utara sampai konsep Sosial Demokrat. Dari sini, peserta masuk
menganalisa realitas sosial masyarakat Indonesia dan melakukan uji material
terhadap Pancasila sebagai ideologi negara, terutama pada model sosial yang
ditawarkan.
Di akhir diskusi, energi peserta tercurah pada model sosial Islam.
Pembicaraan kemudian lebih banyak mengutip pemikiran Ali Syari’ati, terutama
tentang Ummah dan Imamah. Tak lupa, realitas gerakan Hizbut Tahrir, Jama’ah
Tablig, Ikhwanul Muslimin juga jadi sasaran pembahasan.
Peserta menyefahami bahwa kata ummah merupakan istilah yang paling
pas untuk mewakili realitas sosial Islam. Di samping karena Al Qur’an memang
menggunakan istilah ini, defenisi ummah yang diperkenalkan Syari’ati juga mampu
mewakili idealisasi Islam atas sebuah model sosial.
Menurut Syari’ati, kata ummah berasal dari kata ‘amma artinya
bermaksud (qashada) dan berniat keras (‘azima). Pengertian ini
mencakup tiga makna yaitu ‘gerakan’, tujuan dan ‘ketetapan hati yang sadar’.
Kata amma pula pada awalnya, menurut Syari’ati berarti kemajuan. Dengan
demikian secara luas mencakup empat erti: usaha, gerakan, kemajuan dan tujuan.
Secara prinsipil, kata ummah berarti jalan yang terang. Artinya,
suatu kelompok manusia yang menuju ke jalan tertentu. Dengan demikian, kepemimpinan
dan keteladanan, jalan dan tempat yang dilalui terangkum dalam istilah
ummah. Itu berarti ia menolak pengertian lain, seperti keturunan (ras),
tanah air (people), perkumpulan (tha’ifah), kebersamaan (jama’ah), baik dalam
tujuan, profesi dalam pelbagai perangkatnya (thabaqah), ras, status sosial, dan
gaya kehidupan yang dipandang sebagai pengikat dasar dan sakral antar pelbagai
individu, tidak termasuk pengertian ummah.
Ummah menurut Syari’ati adalah sekumpulan manusia, di mana para
anggotanya memiliki tujuan yang sama, dan satu sama lain tolong-menolong agar
bisa bergerak menuju tujuan yang mereka cita-citakan berdasar kepemimpinan
kolektif.
Dari defenisi ini, dapat ditarik pemahaman bahwa ummah adalah
kumpulan orang yang berpindah dan bergerak dan mengandung tiga konsep dasar :
1. Kebersamaan dalam arah dan tujuan.
2. Gerakan menuju arah dan tujuan tersebut.
3. Keharusan adanya pimpinan dan petunjuk kolektif.
Bagi Syari’ati, tidak mungkin ada ummah tanpa kepemimpinan
(imamah). Apa karakteristik kepemimpinan Islam? Lanjut Syari’ati, sebagaimana
istilah ummah, istilah imamah menampakkan diri dalam bentuk sikap sempurna, di
mana seseorang dipilih sebagai kekuatan penstabilan dan pendinamisan massa. Yang
pertama berarti menguasai massa sehingga berada dalam stabilitas dan
ketenangan, dan kemudian melindungi mereka dari ancaman, penyakit, dan bahaya.
Yang terakhir berkenaan dengan asas kemajuan dan perubahan ideologis, sosial
dan keyakinan, serta menggiring massa dan pemikiran mereka menuju bentuk ideal.
Jadi, sistem sosial Islam memandang bahwa antara umat dan imam
dalam kondisi yang dinamis, yang selalu bergerak ke arah perubahan demi tujuan
bersama. ini juga berarti bahwa tanggung jawab paling utama dan penting dari
Pemimpin Ummat adalah perwujuan dari penegakan asas pemerintahan pada kaidah
kemajuan, perubahan dan transformasi dalam bentuknya yang paling cepat, lalu
melakukan akselerasi, dan menggiring umat menuju kesempurnaan sampai pada
lenyapnya ambisi sebagian individu terhadap ketenangan dan kenyamanan.
Tugas imam, di mata Syari’ati, tidak hanya terbatas memimpin
manusia dalam salah satu aspek politik, kemasyarakatan, dan perekonomian, juga
tidak terbatas pada masa-masa tertentu dalam kedudukannya sebagai panglima,
amir atau khalifah, tetapi tugasnya adalah menyampaikan kepada umat manusia
dalam semua aspek kemanusiaan yang bermacam-macam. Seorang Imam dalam arti
seperti ini, tidak terbatas hanya pada masa hidupnya, tetapi selalu hadir di
setiap saat dan hidup selamanya.
Posting Komentar