PEMUDA MUSLIMIN TAKALAR - Dalam terminology sosiologis dalam masyarakat tidak ada yang tetap, yang tetap adalah perubahan itu sendiri, perubahan sosial disamping digerakkan oleh individu juga digerakkan oleh organisasi. Di Indonesia setelah dekrit presiden 5 juli 1959, kehidupan masyarakat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi antitesa dari demokrasi parlementer menjadi demokrasi terpimpin, dominasi eksekutif masuk ke berbagai lini kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Salah satunya dominasi
anasir-anasir komunis dilegitimasi yang kita kenal dengan NASAKOM, pelajar
tidak luput dari infiltrasi,semua serba
ditunggalkan,semua pergerakan kepanduan dari ormas-ormas (SIAP,HIZBUIWATHON
dll) digabung menjadi PRAMUKA puncaknya tahun 1961. Dengan dileburnya Syarikat
Islam Angkatan Pandu (SIAP) kedalam Pramuka pada tahun 1961, maka pelajar
Syarikat Islam perlu suatu wadah atau saluran organisasi "seasas"
Partai Syarikat Islam Indonesia diberbagai daerah punya kepanduan pelajar yang
diberi nama SIAP (syarikat islam angkatan pandu),juga punya organisasi pelajar
seperti AMUSI(angkatan muda syarikat islam),IPSI(ikatan pelajar syarikat
islam), IPMI (ikatan pelajar muslimin indonesia), pelajar muslimin indonesia.
Latar belakang situasional,
kondisional, partisipasional dan tuntutan perubahan sosial menjadikan generasi muda
syarikat islam mendeklarasikan diri untuk pelajar kaum syarikat islam bersatu
dalam satu wadah Serikat Pelajar Muslimin Indonesia(SEPMI) tahun 1963
diberbagai daerah Jakarta, Bandung, Banjarnegara, Surabaya, Batang dan
diberbagai daerah yang menjadi basis kaum syarikat islam indonesia.
Banyak kegiatan yang dilakukan
oleh pelajar muslimin yang dihalangi, dihambat dan dibubarkan bahkan dianiaya.
Aktivis SEPMI banyak berperan dalam masyarakat untuk mencerahkan, menjaga dan
melindungi masyarakat dari infiltrasi komunis,di: Jakarta: Darimy Yusuf, A
Rivai Djaelani, Muhammad Mufti, Zen Munajat, Dewi Apun, Muhaimin, Aries Luhuri
Kota/Kab.Bandung: Amaruddin Jajasubita, KSukarna, Ohan Sujana Kab.Banjarnegara:
Syahid M, Agus Junaedi, Siti Djuwairiyah,Hamzah Ghozali, Taufiq Suaidy, Imam
Yudiantoro, Imam Sujudi, Hudiono Sularso, Masdar Mawardi, Muchtarom Surabaya:
Muhammad Nur, Suwardi PS, Probolinggo: Partiyah, Husniyah, Kab.Batang : M.Nur,
Mubaas, Sugiono Garut: EKamil, U.Syamsudin Tasikmalaya: DedeKusdoyo, Serang:
Djejen Zaenal, Sukabumi: Ahmad Rifai, Danu Ismail Semarang: Arief Istamam.
Romantisme Perjuangan SEPMI
(1961-1966)
Kajian ini bertujuan
mengelaborasi peranan organisasi SEPMI (Serkat Pelajar Muslimin Indonesia) dan
sumbangannya dalam agen perubahan social(agent social change,dakwah dan
pendidikan Islam di Indonesia. Metode yang digunakan adalah pendekatan sejarah
dan kajian perubahan sosial. Hasil kajian menunjukan bahwa peranan dan
sumbangan SEPMI yang paling signifikan, di tengah-tengah gerakan Islam Indonesia,
adalah gerakan perubahan social masyarakat dalam dakwah dan pendidikan yang
bertujuan mencetak pribadi muslim berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnaj Rasululloh
yang nyata.
SEPMI merupakan organisasi
pelajara muslim yang lahir sebagai tanggung jawab dakwah ummat ditengah rejim
yang sentralistik yang ingin menihilkan keberagaman gerakan kepanduan pelajar
yang akar historis sudah beragam, dan kecenderungan monoloyalitas tunggal
(NASAKOM) dan dalam suasana heroiknya kaum pemuda pelajar melawan kedzoliman
dan kesewenangwenangan penguasa Demokrasi Terpimpin(Orde Lama) di Indonesia.
Karena SEPMI merupakan organisasi yang tumbuh dan berkembang dalam lanskap
sosial dan politik Indonesia, maka SEPMI merupakan organisasi yang berbeda
dengan yang ada di negara-negara Muslim lainnya di dunia.
Dari pengalaman dan perjalanan
sejarahnya yang panjang dan penuh dinamika itu, SEPMI memiliki corak pemikiran
dan dakwah yang khas, yakni usaha untuk melaksanakan nilai-nilai ke-Islam-an
dan ke-Indonesia-an dalam suatu kerangka piker,gerak dan paradigma, yang bisa
dirumuskan dalam visi, misi, dan program yang nyata. Berdasarkan kerangka pikir
dan paradigma khas tersebut, yaitu mengintegrasikan nilai-nilai ke-Islam-an dan
ke-Indonesia-an, dengan karakteristiknya, maka SEPMI bisa memberikan solusi
terhadap masalah dan kondisi masyarakat Indonesia yang sangat beragam dan
dinamis ini.
Sebagai bagian tubuh PSII, SEPMI
senantiasa bersebrangan dengan Gagasan NASAKOM, PKI dan ormas-ormasnya, SEPMI
menjadi garda terdepan melawan PKI, ketika Partai ini mencoba mengadakan kudeta
dengan G.30 S/PKI. Sebagai wadah gerakan
pelajar Muslim , SEPMI terpanggil untuk turut berperan dalam upaya
“mencerdaskan kehidupan bangsa” sesuai amanah Pembukaan Konstitusi RI 1945.
SEPMI adalah bagian yang tidak terpisahkan dari umat Islam dan bangsa
Indonesia, karena itu sepanjang sejarah kehidupan SEPMI, SEPMI memerankan
dirinya sebagai kader umat dan bangsa Indonesia. Dalam peranan inilah SEPMI
menghadapi berbagai tantangan, khususnya pada tahun 1963-1966, ketika Partai
Komunis Indonesia (PKI) berusaha untuk mencengkram Ummat Islam dan Indonesia.
Sebagai salah satu partai
pemenang ke empat pemilu pertama di Indonesia (1955), Partai Komunis Indonesia
dengan berbagai cara serta tipu muslihat sangat berselera untuk berkuasa di
Indonesia. Hal tersebut sudah dilakukan melalui uji-coba, yang ternyata gagal,
untuk merebut kekuasaan pada tahun 1948.
Berbekal hasil pemilu 1955
tersebut, niat dan tekad PKI untuk berkuasa terus berkobar. Konsepsi Presiden
dan Dekrit Presiden. Peluang PKI untuk berkuasa semakin nyata dengan dua
peristiwa nasional. Pertama, Bung Karno mengeluarkan Konsepsi Presiden tahun
1957 tentang perlunya suatu Kabinet Gotong Royong dengan memasukkan PKI dalam
pemerintahan. Terkenal dengan semboyan “kabinet kaki empat”. Kedua, Bung Karno
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang memberlakukan kembali UUD 1945.
Bila selama demokrasi parlementer
(tahun 1950-1959), pemerintah dipimpin oleh seorang Perdana Menteri, maka sejak
1959 hingga 1965 yang menjadi kepala negara/ kepala pemerintahan adalah seorang
presiden. Dengan demikian, sejak 1959 Sukarno sepenuhnya berkuasa di Indonesia.
Situasi ini dimanfaatkan oleh PKI dengan menggunakan wewenang yang dimiliki
Bung Karno untuk melumpuhkan lawan-lawan politiknya. Antara lain partai Masyumi
dan PSI, dengan alasan keterlibatan sejumlah tokoh-tokohnya dalam pemberontakan
PRRI/Permesta (1957-1958).
Presiden Sukarno meminta ke dua
partai tersebut untuk membubarkan diri. Apabila tidak bersedia, maka akan dibubarkan
oleh pemerintah dan dijadikan sebagai partai terlarang. Kedua partai tersebut,
dengan berbagai pertimbangan, memilih untuk membubarkan diri. Manifesto Politik
dan USDEK. Setelah Dekrit Presiden 1959 yang mengembalikan Indonesia ke UUD
1945, maka Presiden Sukarno sebagai kepala pemerintahan mengeluarkan apa yang
disebut sebagai manifesto politik (Manipol) serta USDEK (singkatan dari UUD
1945-Sosialisme Indonesia-Demokrasi Terpimpin-Ekonomi Terpimpin-Kepribadian
Indonesia).
Sukarno menjadikan Manipol-Usdek
ini sebagai haluan negara. Artinya semua partai maupun ormas harus menyesuaikan
diri dengan Manipol Usdek ini, kalau tidak akan diawasi dan ditindak. Setelah
Masyumi dan PSI dibubarkan, Sukarno dengan pengaruh/tekanan PKI pada tahun 1962
melakukan serangkaian penangkapan terhadap sejumlah tokoh Masyumi dan PSI,
seperti Mohammad Natsir, Sutan Syahrir, Mohammad Roem, Prawoto, Anak Agung Gde
Agung, Hamka, Mohammad Yunan Nasution, Isa Ansyari serta tokoh-tokoh pejuang
demokrasi lainnya seperti Mochtar Lubis dan lainnya. Mereka ditahan selama 4
tahun lebih di berbagai penjara di Jakarta, Madiun, Sukabumi dan di lokasi
lainnya. Mereka baru menghirup udara bebas pada tahun 1966, saat Presiden
Suharto berkuasa dan membebaskan mereka.
Peluang PKI untuk berkuasa
semakin menjadi kenyataan, setelah Sukarno mencetuskan gagasan yang disebut
Nasakom (Nasionalisme-Agama-Komunisme), yaitu mempersatukan ke tiga unsur
tersebut dan memasukkannya dalam pemerintahan. Gagasan inilah yang akhirnya membuka
pintu selebar-lebarnya bagi PKI untuk berkuasa. Nefos dan Oldefos. Di samping
Manipol Usdek sebagai kebijakan nasional, Sukarno mengumandangkan politik luar
negeri yang condong ke kiri (blok komunis), dengan gagasannya Nefos dan
Oldefos.Nefos (New Emerging Forces), digagas tahun 1962, merujuk kepada
kenyataan bahwa sejumlah negara-negara yang menyatakan merdeka merupakan
negara-negara berkembang.Sedangkan Oldefos (Old Emerging Forces), merujuk
kepada negara-negara maju, yang umumnya adalah negara-negara barat, yang
cenderung mempertahankan status quo. Karena itu harus dihadapi bersama oleh
negara-negara Nefos.
Gagasan ini dirundingkan bersama
oleh Bung Karno dan PM Cina Chou En Lai. Padahal Bung Karno selama ini dikenal
sebagai pemimpin Gerakan Non Blok bersama dengan PM India Nehru, Presiden Mesir
Abdul Nasser dan Presiden Yugoslavia Yosef Bros Tito. Bung Karno telah bergeser
menjadi pemimpin Nefos. Rencana untuk melaksanakan Conefo yaitu Conference of
New Emerging Forces belum sempat diwujudkan, namun Ganefo (Games of New
Emerging Forces) berhasil dilaksanakan oleh Indonesia pada tahun 1963 di Gelora
Bung Karno, Jakarta. Politik Poros. Nefos
dan Oldefos ini dikembangkan terus oleh Sukarno melalui Menlu Subandrio dengan
menggagas apa yang disebut sebagai politik poros pada tahun 1964, yang membuat
poros antara Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Pyongyang-Peking, lima negara,
Indonesia-Kamboja-Vietnam-Korea Utara-Cina. Peristiwa Utrect. PKI menyadari
bahwa meskipun berbagai agenda politik tersebut telah meratakan jalan bagi PKI
untuk berkuasa, namun PKI mencermati bahwa upaya untuk melumpuhkan lawan-lawan
politiknya adalah merupakan agenda PKI yang harus diprioritaskan.
PKI menilai bahwa kelompok yang
paling potensial dan militan yang akan berhadapan dengan PKI adalah golongan
Islam.SEPMI adalah satu unsur golongan Islam yang merupakan kader umat dan
kader bangsa, yang perlu diutamakan untuk dilumpuhkan. Maka berbagai kiat,
strategi maupun manuver dilakukan PKI untuk melumpuhkan eksistensi dan aktivis
SEPMI. Peristiwa pelarangan HMI oleh Prof. Utrecht ini kemudian dijadikan
sebagai “bola liar” oleh CGMI (Consentrasi Gerakan Mahasiswa
Indonesia/organisasi mahasiswa bentukan PKI) untuk membubarkan HMI.
CGMI membuat front bersama
membubarkan HMI bersama GMNI Asu (berasal dari PNI Asu= Ali
Sastroamijoyo-Surachman), Germindo (organisasi mahasiswa dari Partindo= Partai
Indonesia) serta Perhimi (organisasi mahasiswa dari BAPERKI= perkumpulan
Orang-orang Tionghoa}. Ke=4 organisasi mahasiswa yang beraliran kiri inilah
yang dengan gigih melancarkan kampanye untuk membubarkan HMI.
Opini Publik. Untuk memenangkan
opini publik, CGMI cs berusaha membubarkan HMI dengan melakukan serangkaian
tindakan, antara lain mencorat-coret tembok gedung di kota-kota besar, seperti
Jakarta, Bandung, Yogya, Surabaya, Medan, Makasar dengan tulisan “Bubarkan
HMI”. Ulah anggota CGMI yang dilaksanakan pada tengah malam tersebut diwaspadai
oleh aktivis-aktivis HMI di tempat-tempat tersebut. Aktivis dan kader HMI
melakukan operasi menjelang fajar dengan mengganti dua huruf “Bu” menjadi “Ko”.
Sehingga “Bubarkan HMI” berubah dan menjelma menjadi “Kobarkan HMI”.
Betapa kaget dan kecewanya CGMI,
ketika menyaksikan ke esokan harinya, seluruh kota dipenuhi dengan tulisan
“Kobarkan HMI”. Dengan demikian, harapan CGMI agar terjadi stigma negatif
terhadap HMI malah berubah menjadi citra positif bagi HMI. Generasi Muda Islam.
Generasi Muda Islam (Gemuis), yang dipelopori oleh GP Ansor (Jusuf Hasyim),
PII,SEPMI,SEMMi,PEMUDA MUSLIM dan lain-lain menyatakan prihatin dan solidaritas
terhadap situasi yang dihadapi oleh HMI.
Mereka serentak melakukan pawai
keliling kota, baik di Jakarta maupun kota-kota besar lainnya dengan membawa
spanduk bertuliskan “Langkahi mayatku sebelum membubarkan HMI”. Tulisan yang membuat
orang merinding dan membangkitkan solidaritas ini ternyata membuat PKI
tersentak dan menyadari bahwa HMI, sebagai kader umat dan bangsa, adalah
kelompok yang mendapat dukungan penuh oleh umat Islam dan bangsa Indonesia.
KAMI. Tanggal 25 Oktober 1965 atas prakarsa Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu
Pengetahuan Syarif Thayeb didirikan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI)
beranggotakan antara lain HMI, PMKRI, GMNI, GMKI, PMII, IMM, SEMMI, Mapantjas,
Pelmasi, SOMAL (Imada, GMD, MMB, IMABA, PMB), untuk Kalangan Pelajar/Pemuda
juga dibentuk KAPI/KAPPI beranggotakan antara lain : PII, SEPMI, PEMUDA MUSLIM,
PEMUDA ANSHOR, IPM, Pemuda Muhammadiyah.
Pimpinan KAMI/KAPI/KAPPI di
tingkat Pusat berbentuk Presidium. Ketua-ketua Presidium antara lain adalah
Cosmas Batubara (PMKRI), Zamroni (PMII), David Napitupulu (Mapantjas), Elyas
(SOMAL). Biro Politik dijabat oleh Mar’ie Muhammad (HMI), demikian pula Sekjen
KAMI Pusat Nazar Nasution (HMI),Husni Thamrin (PII),Amaruddin Djajasubita
(SEPMI). Pada 29 Desember 1965, menyadari kenyataan bahwa KAMI/KAPI/KAPPI
adalah satu-satunya wadah mahasiswa yang representatif, maka semua organisasi
mahasiswa anggota KAMI, menyepakati pembubaran PPMI dalam suatu Kongres Luar
Biasa PPMI.
Salah satu prestasi
KAMI/KAPI/KAPPI di tingkat nasional adalah mencetuskan TRITURA (Tri Tuntutan
Rakyat) dalam aksi massa tanggal 10 Januari 1966. Tritura adalah: Bubarkan PKI,
Rombak Kabinet serta Turunkan Harga. Peristiwa G30S/PKI. Pada 30 September 1965
malam hari, terdenngar pengumuman lewat radio bahwa telah terbentuk Dewan
Revolusi dipimpin Kolonel Untung.Karena belum jelas siapa Kolonel Untung, Dewan
Revolusi dan sebagainya,aktivis KAMI?KAPPI untuk keliling kota Jakarta memantau
situasi di lapangan. Sore hari diketahui bahwa Dewan Revolusi adalah bentukan
PKI untuk merebut kekuasaan melalui kekuatan “Angkatan ke-5”
(buruh-tani-nelayan-pemuda).KAMI/KAPPI melobi ke beberapa tokoh, antara lain
Subchan ZE (PB NU),Aruji Kartawinata (PSII).
Tokoh-tokoh tersebut menyepakati
untuk membentuk Kesatuan Aksi Pengganyangan G30S (KAP Gestapu), Subchan ZE.
Wadah ini kemudian menjelma menjadi Front Pancasila. Unjuk kekuatan pertama
oleh KAP Gestapu dilakukan pada tanggal 3 Oktober 1965 di Taman Sunda Kelapa.
Bendera pendukung KAP Gestapu dan spanduk-spanduk anti komunis berkibar di
lapangan tersebut, Peristiwa inilah yang mempelopori berbagai demonstrasi dan
aksi untuk mengganyang dan membubarkan PKI, melibatkan sejumlah
aktivis.Pembubaran PKI. Puncak gerakan dari Front Pancasila, KAMI/KAPPI dan
Kesatuan-Kesatuan Aksi lain pada akhirnya berhasil dengan dibubarkannya Partai
Komunis Indonesia tanggal 12 Maret 1966.
Dengan tekad perjuangan untuk
menegakkan Keadilan dan Kebenaran ternyata setelah pertarungan selama 3 tahun,
akhirnya PKI lah yang dibubarkan. Ini merupakan perjuangan yang gigih, bukan
hanya oleh para aktivis SEPMI, tetapi dukungan segenap lapisan masyarakat, baik
pemuda, intelektual dan rakyat Indonesia secara keseluruhan.
Killing Fields. Apa yang akan
terjadi di Indonesia, apabila PKI berhasil melakukan kudeta tanggal 30
September 1965? Dari kesaksian para aktivis SEPMI yang melakukan penggeledahan
di sejumlah kantor ataupun rumah tokoh-tokoh PKI di seluruh Indonesia,
ditemukan dokumen-dokumen yang antara lain memuat daftar nama orang-orang anti
komunis yang akan menjadi target PKI untuk dibinasakan.
Pastilah nasibnya sama dengan
ke-7 perwira tinggi AD yang dibunuh dengan kejam dan dimasukkan ke Lubang
Buaya. Negara Komunis ini meninggalkan sejarah kelam, yaitu “Killing Fields”
(ladang pembantaian), yang menggambarkan kekejaman rezim Komunis rezim Pol Pot,
yang berkuasa melalui suatu kudeta. Kalau kita punya “Lubang Buaya” dengan
korban 7 orang Pahlawan Revolusi, rezim Pol Pot (yang berkuasa dari tahun
1975-1979), menunjukkan kekejamananya dengan korban jiwa hampir 2 juta orang
(sepertiga dari penduduk Kamboja yang saat itu berjumlah 6 juta jiwa).
(1966-1970)
Puncak dari kesewenang-wenangan
penguasa orla membiarkan PKI dan ormas-ormasnya menyusun angkatan kelima,
sehingga terjadilah peristiwa kelam kudeta oleh PKI dengan Gestapunya yang
gagal dengan izin Alloh SWT. Aktivis SEPMI bersama dengan kekuatan Ummat Islam
lainnya dan TNI bersinergi untuk menumpas PKI dan ormas-ormasnya, sehingga
keluarlah TRITURA (tiga tuntutan rakyat) 1966 dan banyak aktivis SEPMI
diangkatan 66 dan KAPPI, Sdr.Amaruddin Jaja subitamen jadi Presidium KAPPI
Pusat. Dan ada Kongres SEPMI 1 tahun 1967 di Jakarta Nakhoda PP SEPMI dipimpin
oleh Muhammad Mufti, penetapan milad SEPMI 20 Mei 1963 juga ditetapkan pada
kongres ini, SEPMI semakin eksis sebagai bagian dari agen perubahan social menyelamatkan
bangsa dari rongrongan PKI dan aktif di KAPPI untuk menata kehidupan-kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekwen.
(1971-1980)
Kurun waktu ini penataan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dimana orde baru menempatkan pembangunan
ekonomi menjadi panglima, sehingga sudah mulai dirancang penyederhanaan kehidupan
partai politik, disisi lain pada Tahun 1970 SEPMI dapat melaksanakan Kongres Ke-2
di Bandung Jawa Barat dan Sdr. Amarudin Jaja subita terpilih menjadi Ketua Umum
OPP SEPMI.
SEPMI sebagai bagian tubuh dari
PSI terdampak secara psikologis terhadap penyederhanaan Kehidupan Partai Politik,
kendati pada Pemilu Tahun 1971 dapat mensupport PSII sehingga memperoleh 10 kursi
Parlemen.
Penyederhanaan partai politik dengan
fusi partai secara rasional banyak tidak diterima oleh partai politik, partai politik
banyak berfikiran rasional penyederhanaan dengan membuat regulasi ambang batas partai
yang boleh ikut pemilu dengan pemilu berikutnya semestinya tahun 1977. Kegagalan
penguasa orde baru untuk program penyederhaan partai dengan regulasi memaksa partai
politik yang tidak sejalan dibonsai dengan kekuasaan, termasuk peristiwa Kudeta
PSII tahun 1972. Pada peristiwa tersebut aktivis SEPMI yang tidak kuat godaan dunia
banyak yang meninggalkan idealism SEPMI.
Tahun 1973, karena Amaruddin ada tugas kantor mengundurkan diri
digantikan oleh Zen Munajat Hingga Kongres Ke-3 SEPMI tahun 1981 Di Sukabumi, DPP
SEPMI hasil ke-3 Tahun 1981 terpilih Zen Munajat sebagai Ketua Umum DPP SEPMI.
(1981-2000)
Tahun 1980an banyak kaderisasi/pelatihan
kepemimpinan dilaksanakan oleh SEPMI sehingga setiap cabang/wilayah pernah melaksanakan
tingkat dasar, intermedite, edvansdan coaching instruktur, Jakarta, Pandeglang,
Bandung, Sukabumi, Probolinggo, Garut, Batang dan Surabaya.
Awal tahun 1980an juga sudah mulai
disosialisasikan azas tunggal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
SEPMI termasuk organisasi pelajar yang tidak setuju dengan azas tunggal dan pelarangan
pakaian busana muslimah disekolah-sekolah negeri sampai dengan diberlakukannya UUOrmasNo.8/1985.
Reformasi tahun 1998 aktivis SEPMI
mengusung Reformasi Konstitusional, bersama dengan kekuatan ummat Islam lainnya
menuntut pencabutan lima paket UU Politik dan Ormas yang bertentangan dengan Konstitusi
Pasal 28 dan 29 UU 1945, dan melakukan koreksi terhadap orde baru yang belum melaksanakan
UUO 1954 dan Pancasila secara murni dan konsekwen secara konstitusional aksi demontarsi
digedung MPR/DPR tahun 1998.
SEPMI dan Masa Depan Ummat dan Bangsa
Di setiap kesuksesan dalam sebuah
pertempuran pasti ada syarat-syarat sukses yang terpenuhi. Begitu juga ketika
mengalami kekalahan, pasti ada sebab. Sebabnya adalah tidak memenuhi
syarat-syarat untuk sukses. Begitulah siklus hidup yang berlaku bagi individu
maupun komunitas. SEPMI saat lahirnya sudah mendeklarasikan diri sebagai sebuah
lembaga non profit, semua kadernya diberi beban yang sama. Melakukan proses
perkaderan demi keberlangsungan lembaga ini di masa-masa yang akan datang.
Banyak sekali organisasi yang bubar, kini hanya menyisakan puing sejarah akibat
dari proses perkaderan yang tidak berjalan secara maksimal. Ini alasan yang
kuat kenapa SEPMI masih ada, meskipun di setiap pergantian kepengurusan di
tingkatan komisariat sampai DPP selalu stagnan. Dengan berhasilnya SEPMI
melewati setiap etape stagnan itulah kader-kadernya semakin teruji mentalnya di
semua tingkatan pengabdian.
Di setiap peringatan Milad SEPMI,
semua kader dianjurkan untuk merefleksikan perjalanannya sejauh ini. Beban apa
saja yang sudah dimenangkan, mengevaluasi sebab-sebab kekalahan. Memproyeksikan
ulang agar kader SEPMI terus eksis di masa yang akan datang . Gerakan sosial di
masyarakat adalah gerak untuk memperoleh pengakuan akan identitasnya. Sebab,
pengakuan adalah salah satu kebutuhan mendasar manusia, kata Axel Honneth seorang
filsuf Jerman. Pernyataan Honneth ini cukup kompatibel dengan semangat SEPMI
dalam mengajarkan kader-kadernya untuk mengabdikan diri di semua sektor dan
lapisan. Meskipun, terdapat beberapa kejadian yang mendistorsi semangat awal
lahirnya SEPMI. Tapi secara umum, dinamika SEPMI adalah gerak agar diakui
kontribusi konkritnya untuk ke-Islaman dan ke-Indonesian .
Jelang 58 tahun SEPMI, sebuah
usia yang matang akibat menempuh perjalanan yang tidak singkat. Jika dibanding
dengan usia republik dan kontribusi SEPMI untuk mengisi kemerdekaan, kita belum
terlalu jauh dalam mengayunkan langkah. SEPMI harusnya sudah melakukan
imajinasi baru. Memulai sebuah mimpi yang diproyeksikan dengan sungguh-sungguh
dan menjawabnya. Tantangan ke depan semakin besar, syarat-syarat untuk sukses
juga semakin berat. Itulah sebabnya, satuan waktu yang kita gunakan untuk
memproyeksikan kejayaan SEPMI di masa yang akan datang haruslah panjang. Jika
kita menginginkan bangsa ini terus ada 1000 tahun lagi, SEPMI harus sudah
berimajinasi melampaui usia bangsanya. Merancang agenda-agenda besar jangka
panjang. Tahun 2012 Erdogan meletakkan tahapan penting dari keberhasilan
ekonomi Turki sekarang. Dia berani melakukan transformasi besar-besaran di
Turki, berpindah dari sistem Liberal Sekulerisme ke sistem yang lebih mendekati
Islami. Merubah negara the sick man in ureopa yang penduduknya banyak miskin
ini menjadi kaya raya. Erdogan membuat rencana yang lumayan
panjang.mengevaluasinya setiap 5 tahun sekali. Sebelum Turki merubah kebijakan
negaranya, terlebih dahulu mereka mengukur jarak mereka dengan negara-negara
maju seperti Amerika dan negara-negara Eropa dalam bidang agama ,ekonomi,
teknologi, dan militer.
Jarak itulah yang dijadikan titik
tolak untuk mengejar ketertinggalan. Tahun 2018 kemarin, Turki lakukan evaluasi
atas rencana mereka dalam mengejar ketertinggalan yang sudah berjalan hampir
setengah abad. Dan hasilnya, Turki yang tadinya adalah negara miskin itu kini
bermetamorfosis menjadi sebuah kekuatan baru yang cukup disegani dunia.
Pelajaran yang bisa diambil oleh SEPMI dari sebuah langkah besar yang dilakukan
Erdogan di Turki adalah penggunaan satuan waktu yang panjang dalam merancang
agenda besar SEPMI ke depan. Terutama dalam konteks mewujudkan masyarakat adil
makmur yang diridhoi Allah SWT.
Rancangan agenda jangka panjang
itu bertujuan agar SEPMI tidak berjalan di tempat. Pergantian kepengurusan
tidak hanya siklus tahunan yang tidak menghasilkan apa-apa. Tapi momentum yang
cukup strategis untuk memulai. Malik Ben Nabi seorang filsuf Aljazair
mengatakan “keberhasilan besar dalam sejarah selalu berkaitan dengan besarnya
gagasan sebagai pemicu keberhasilan tersebut”. Erdogan tidak hanya menggunakan
satuan waktu yang besar, tapi juga dia cerdas meletakkan gagasan besarnya dalam
menatap masa depan Turki yang kita lihat sekarang. Saat kita ingin
mendeklarasikan bahwa SEPMI akan terus ada demi mewujudkan Al-Quran dan Sunnah
Rasululloh yang nyata. Kita mesti berfikir dalam satuan waktu yang panjang
juga.
Jelang 58 tahun SEPMI adalah
waktu yang tepat untuk merancang agenda besar dalam satuan waktu yang panjang.
Dinamika internal mesti mendewasakan setiap kader. Riak-riak internal haruslah
dimaknai sebagai bumbu penyedap dari suatu masakan yang hendak matang. Kita
harus sudah selesai secara internal. Agar agenda besar jangka panjang bisa
dirancang secara bersama-sama. Dari harapan itulah yang mendorongnya
mendeklarasikan sebuah organisasi yang merepresentasikan pelajar-pelajar muslim
meskipun mendapatkan tantangan dimana-mana. Sebagai kader, kita semua harus
bertanggungjawab dalam merawat harapan yang diberikan pendiri-pendiri SEPMI.
Syarat untuk sukses dan tetap
bertahan relatif masih kita pertahankan, yaitu dengan terus adanya perkaderan
di tingkatan yang paling bawah. Tapi, kita tidak boleh berjalan di tempat tanpa
memikirkan alternatif jalan yang lebih cepat untuk sukses. Membuat proyeksi
jangka panjang agar kita tidak tampak berjalan di tempat. “Seorang jenderal
yang kuat dengan pasukan yang lemah atau seorang jenderal yang lemah dengan pasukan
yang kuat adalah pertanda kekalahan.” Begitu kata Sun Tzu. Antara anggota di
lapisan paling bawah dan kader-kader yang diberi amanah berada di posisi-posisi
struktural di tingkatan paling atas sampai bawah mesti saling bersimbiosis.
Kita harus kuat semunya, tantangan ke depan bagi SEPMI semakin besar dan
menantang.
Baru-baru ini di Malaysia
dilangsungkan sebuah pertemuan yang inisiatifnya datang dari Mahatir, Erdogan
dan Imran dari Pakistan. Konklusi dari pertemuan itu kira-kira ingin
mengeluarkan dunia Islam dari keterpurukan. Memang benar, secara empiris dapat
kita lihat bahwa hampir seluruh konfilik kemanusiaan di dunia saat ini terjadi
di dunia Islam, korbannya tentu ummat Islam juga. Belum lagi gerakan
islamophobia yang sudah semakin mewabah bukan hanya di dunia barat tapi juga
merangsak masuk ke negara-negara Asia, India, Myanmar, China adalah contohnya
dan masih banyak negara Asia yang lain.
Organisasi Konferensi Islam (OKI)
yang semestinya berperan aktif dalam memproteksi kepentingan ummat Islam justru
tidak berdaya dibawah agresi meliter yang dilakukan barat atas dunia Islam.
SEPMI tidak boleh terlalu lama hidup di pinggir sejarah, realitas hari ini
mendesak kita untuk keluar dan lebih bermanfaat lagi. Bukan hanya untuk ummat
dalam negeri, tapi juga berguna bagi dunia. Ini adalah saat yang tepat dalam
mewartakan penghapusan penjajahan di atas dunia. Dengan Islam , SEPMI mesti
hadir sebagai duta untuk perdamaian dunia. Masa depan bangsa atau dunia dalam
cakupan yang lebih besar ada di tangan anak-anak muda.
SEPMI sebagai organisasi yang
diisi anak-anak muda yang cerdas sudah saatnya membuat sebuah lompatan jauh.
Sambil memenuhi persyaratan-persyaratan untuk sukses dalam menuntaskan tanggung
jawab keummatan dan kebangsaan. SEPMI adalah gerakan peradaban, elemen penting
dari kebudayaan Indonesia. Terima atau tidak, SEPMI begitu banyak meninggalkan
sidik jari bagi perkembangan sejarah Indonesia. Para pendiri dan angkatan awal
adalah para ideolog yang meletakkan dasar betapa pentingnya kader harus terdistribusi
secara proporsional ke semua sektor.
Orientasi perkaderan SEPMI sudah
saatnya dirancang untuk melahirkan kader yang dapat mengisi sektor-sektor yang
mengalami defisit. Menjadi pengusaha contohnya, padahal ini juga profesi yang
sangat penting dalam menopang terwujudnya masyarkat adil makmur. Meskipun ada
satu atau dua organisasi internal yang dibentuk dalam rangka mewadahi
alumni-alumni yang berprofesi pengusaha. Belum ada progres yang berarti ke akar
rumput (komisariat-komisariat) Menjadikan SEPMI visioner adalah bahagian
penting proyeksi masa depan. Agar kita tidak lagi mengandalkan proposal dalam
setiap penyelanggara kegiatan. Langkah yang demikian ini, juga bahagian dari
mengeluarkan SEPMI dari keputusan-keputusan organisasi yang kerap mendapatkan
intervensi dari luar. Caranya adalah, ke depan kurikulum perkaderan kita
haruslah dipikirkan ulang, agar kader tidak hanya menumpuk di satu profesi
Peradaban dunia terus bergerak, tepat seperti diutarakan Samuel Huntington.
Peradaban seumpama patahan lempeng
tektonik yang terus bergeser dan pada waktunya berbenturan satu sama lain
sehingga menimbulkan guncangan hebat. Sudah saatnya SEPMI mempersiapkan
kader-kadernya menghadapi tantangan global. Kader perlu juga di dorong untuk
melanjutkan studi ke luar negeri. Agar setelah pulang dapat memberikan khasanah
baru bagi perkembangan ilmu pengetahuan di dalam negeri. Rosulullah dengan
tepat mendiagnosa kekalahan dan akibat-akibat kekalahan di perang Uhud itulah
pasukan Islam selalu menang di peperangan-peperangan setelahnya. Masa depan
SEPMI, kesuksesan hanya akan kita raih jika kita betul-betul memenuhi
sebab-sebab agar sukses.
Daftar Nama Ketua Umum
DPPSEPMI
Darimy Yusuf 1964-1965
ARivai Djaelani 1965-1966
Muhammad Mufti 1966-1970
Amaruddin Jaja subita 1970-1973
ZenMunajat Muchsin 1973-1981
Zen Munajat Muchsin 1981-1987
Chairil Anwar 1987-1991
Ferry Asfari 1991-2014
Agus Yusuf Ibrahim 2014-Sekarang
Posting Komentar