PIMPINAN CABANG
PEMUDA MUSLIMIN INDONESIA
KABUPATEN TAKALAR
| Sebersih-Bersih Tauhid | Setinggi-Tinggi Ilmu | Sepandai-Pandai Siyasah |

Pawai Tanpa Takbir

Kita kian sakit di awal Syawal ini. Ramadhan –yang baru saja berakhir, alih-alih menjadi penawar atas jiwa keberagamaan kita yang sakit, malah menjadi medium inkubasi bagi virus banalitas religius yang diidap ummat.
Begitu syawal merangkak, kita mempertontonkan kedunguan kita sebagai umat. Dengan dalih takbir keliling, kita memuaskan nafsu skopofilia dengan mempertontonkan kehebatan kita meraung-raungkan suara knalpot dan bunyi klakson yang memekakkan telinga, ditingkahi letusan petasan yang membahana.
Karnaval yang sejatinya menjadi ajang mengagungkan nama Allah, sebagai ekspresi rasa keberagamaan yang adiluhung, menjelma menjadi rimba raya yang dihuni orang-orang sakit jiwa dan miskin ekspresi keberagamaan, padahal mengaku baru saja lulus dari ‘Madrasah Ramadhan.’
Tak ada sedikitpun suara takbir yang terdengar, semata hanya bunyi kendaraan yang meraung. Rasa haus akan belaian suara yang mengagungkan Allah, suara-suara yang menunjukkan kerinduan akan ketenangan jiwa dan kemenangan nurani, nyatanya tak secuilpun terdengar. Hingar yang tercipta menunjukkan takbir keliling itu kehilangan ruh, dan menjadi sekedar kedok tanpa isi.
Takbir keliling menjadi legitimasi untuk mempertontonkan betapa kita masih jauh dari taqwa –derajat kemanusiaan ideal yang ingin dicapai melalui shaumRamadhan. Ini juga menjadi proklamasi bagi kemerdekaan jiwa ke-iblis-an kita semua yang terpenjara selama Ramadhan.
Ramadhan belum lagi jauh, tapi kita kembali terjerembab dalam kebodohan-kebodohan, atau jangan-jangan kita memang tidak pernah benar-benar ber-Ramadhan? Tidak pernah benar-benar menjadi umat beriman yang dipanggil oleh Allah untuk menjalankan shaum?
Berjuta tanya bergelayut di rasa penasaran, beribu suara protes tersendat di tenggorokan. Air mata perlahan merembes di pelupuk mata, membasuh pipi, keluar tanpa suara. Apa yang salah dengan semua ini? Atau Ramadhan memang telah lama meninggalkan kita? Dan yang tersisa hanyalah tiga puluh hari antara bulan Sya’ban dan Syawal yang tak pantas lagi disebut Ramadhan?
Ya Allah, ampuni kami yang tak pernah sadar dan selalu mengikuti kebodohan sendiri, sebab bila bukan diriMu, siapa lagi yang akan menyelamatkan kami? Kami terlalu memperturutkan nafsu sendiri, dan selalu melupakan-Mu –kami hanya mengingatmu dalam ingatan sekedarnya dan jauh dari ingatan yang sempurna.
Muhammad Kasman, S.E. [Ballo, 1 Syawal 1434 H – 7 Agustus 2013 M. Dibuat ketika rombongan takbir keliling melintas, pukul 20:46 wita]
Share this post :

Posting Komentar

 
Support : TurungkaNews | ArusMudaNews | Makassar Book Review | Komunitas Pena Hijau | PB PemudaMuslim | PW Sulsel
Copyright © 2017 - PC Pemuda Muslimin Indonesia Kab. Takalar - All Rights Reserved
Template by Cara Gampang Published by Cargam Template
Proudly powered by Blogger